Prenatal Gentle Yoga Couple Class

Di kelas ini kita akan belajar bersama terkait proses persalinan, bagaimana upaya untuk melahirkan nyaman minim trauma, mengupas apa saja peran suami selama kehamilan sampai proses persalinan, belajar afirmasi positif, kasus darurat dalam persalina yang sering terjadi dan cara mencegahnya serta gerakan yoga couple yang bisa dipakai sampai proses persalinan untuk membentu janin masuk panggul dan pembukaan lebih cepat. Yuk ajak suami atau keluarga memberdayakan diri bersama, agar saat hari H tidak panik atau mati gaya

Couple Class Group ini rutin dilakukan sebulan sekali di Purbalingga/Purwokerto. Info lebih lengkap kunjungi instagram Bidan Annisa @annisaseptyn ~

DSC03386.JPGDSC02830.JPG

#prenatalgentleyogapurbalingga #yogahamilpurbalingga #gentlebirthpurbalingga

#prenatalgentleyogapurwokerto #yogahamilpurwokerto #gentlebirthpurwokerto

#prenatalgentleyogabanjarnegara #yogahamilbanjarnegara #gentlebirthbanjarnegara

#prenatalgentleyogapemalang #yogahamilpemalang #gentlebirthpemalang

Prenatal Gentle Yoga by Bidan Annisa Septy N.

Ibu hamil adalah ibu yang sehat, maka seharusnya ibu hamil tidak boleh ada keluhan. Tidak semua keluhan diartikan pertanda buruk, tetapi  jika ada keluhan, berarti ada sesuatu yang salah, keluhan adalah bentuk alarm dari janin kepada ibu, cara komunikasi

Secara fisiologis, rahim akan membesar seiring bertambahnya usia kehamilan, ketika otot, tulang dan ligamen dipersiapkan dengan baik, maka mereka akan lebih kuat menyangga beban kehamilan. Lalu persiapan apakah yang harus dilakukan oleh ibu hamil? Jawabannya adalah Prenatal Yoga!

Untuk mempersiapkan tubuh selama kehamilan dan persiapan persalinan, kita perlu persiapan layaknya anak SD yang hendak ujian, kita harus belajar, dengan yoga kita berproses melatih otot dan nafas kita, agar lulus, menikmati kehamilan dengan nyaman dan lulus ujian persalinannya. Kita sudah diberi tubuh yang begitu luar biasa oleh Yang Maha Kuasa, rugi jika kita hanya diam dan tidak memanfaatkan dengan sebaik-baiknya

Setelah melakukan yoga, ibu hamil tidak pasti bebas keluhan dan lancar melahirkan jika yoganya tidak dipraktekkan setiap hari. Yoga adalah proses, sehingga harus dilakukan rutin dan sungguh-sungguh. Jika ibu hamil pertama kali melakukan yoga, sebaiknya ibu didampingi oleh fasilitator, untuk memastikan pakemnya benar dan tidak beresiko cedera. Setelah tau pakemnya, selanjutnya ibu bisa latihan sendiri dirumah dan bulan berikutnya bisa mengikuti kelas lagi untuk melanjutkan tahapan prosesnya

Bidan Annisa membuka home/private class untuk ibu hamil wilayah Purbalingga, Purwokerto dan Semarang. Silahkan reservasi melalui WhatsApp ke nomor dibawah ini atau bisa juga kunjungi instagram Bidan Annisa @annisaseptyn

20181118_155200_0001

 

 

Pelatihan Prenatal Gentle Yoga Batch 36

Seorang bidan muda, usia 23 tahun (2018) termotivasi untuk mengikuti pelatihan Prenatal Gentle Yoga karena ingin bertemu lagi dengan Bidan Yesie. Terakhir bertemu tahun 2014 saat beliau mengajar Hypnobirthing saat masih kuliah semester dua. Sempat ragu dengan dunia peryogaan, karena dulu kenalnya zumba atau aerobik, tapi entah ada angin apa, keinginan untuk mengikuti pelatihan yoga ini semakin menggebu, apalagi disaat aku berdomilisi Tembalang, pelatihan ini diadakan awal Desember di Semarang. Kucocokkan tanggal pelatihan dengan kalender akademik ku, tepat jatuh di minggu tenang. Rasanya seperti jodoh dan takdir sudah berkehendak, baiklah, akhirnya aku mendaftarkan diri untuk mengikuti pelatihan H-2 bulan tepatnya bulan Oktober 2018. Bismillah

Kamis, 6 Desember 2018 (Hari Pertama)

Yeah! Hari itu adalah hari pertamaku pelatihan Prenatal Gentle Yoga, tempat pelatihannya di Klinik Ngesti Widodo Ungaran. Berangkat dengan modal google maps dari kosan, akhirnya aku sampai di klinik, yah walau sempet keblabasan. Pertama datang langsung disambut ramah oleh Admin EO, namanya Mbak Eva, saat itu aku langsung diarahkan ke studio tempat pelatihan. Berangkat dengan kostum baju kaos, celana training, jilbab slub, balon sumpel buat hamil-hamilan, handuk, dll.

Pukul 08.00 acara dibuka oleh Bapak Yoseph selaku pemilik klinik dan selanjutnya diisi oleh Bu Yesie terkait aturan, agreement selama dan sesudah pelatihan. Nah, ini nih, diriku salah kostum hahaha. Gegara aku pakai celana training, selama pelatihan aku jadi cincing-cincing karena bagian lutut, betis, paha ga bisa dikoreksi, celananya gombor-gombor. Aku juga pakai jilbab slub agak panjang jadi bagian dada, leher, bahu ga bisa dikoreksi maksimal. Yowessss, akhirnya selain celana cincing-cincing, kerudung slub pun dimasukan ke dalam baju, sungguh tidak anggun dan maju mundur syantique di foto. Buat teman-teman yang mau pelatihan, bisa dijadikan pelajaran ya hahaha

Hari pertama pelatihan, kami belajar posisi berdiri yang benar atau dalam bahasa yoga disebut tadasana. Dulu aku pernah berpikir bahwa yoga itu membosankan, tidak seperti senam yang energik, full musik, ternyata aku salahhhhhhhhhhh!! Yoga itu asikkkkk bangettttt, walau posenya cuma diem, nahan pose, kerasa banget manfaatnya dan yang lebih amazing ini kan aku belajar yoga untuk ibu hamil, aku merasa beruntung dan bersyukur banget bisa dapetin ilmunya disaat aku masih single, belum menikah, jadi lebih lama waktu untuk memberdayakan dirinya. Uhhh aku jatuh cinta sekali sama Yoga!

Satu hal yang tak terlupakan selama pelatihan, makan siang dan coffe breaknya enakkkkk, sehat, sayur, buah, juice pasti ada. Hari ketiga sempet ke hotel, tempatnya lebih nyaman, tapi masakannya tidak memuaskan wkwk

IMG-20181207-WA0059

IMG-20181207-WA0027

Jum’at, 7 Desember 2018 (Hari Kedua)

Hari kedua masih pelatihan di klinik, warming up dengan soft form A, lanjut belajar standing pose lagi dan kneeling, asik banget pokoknya, semalem oles hot and cream ke semua badan, manjur, hari kedua ini pegal pegal tidak begitu berasa

IMG-20181207-WA0083

Sabtu, 8 Desember 2019 (Hari Ketiga)

Hari ketiga kami lanjut pelatihan di Ibis Hotel Simpang Lima, karena sore harinya kita ada Couple Class. Di hari ketiga kami belajar pranayama atau nafas dan sitting pose. Selama belajar nafas, aku baru menyadari bahwa nafas sangat penting untuk dilatih selama kehamilan karena bermanfaat saat melahirkan nanti. Ini gak diajarin waktu kuliahhh, itulah kenapa bu bidaaaan ayoo update ilmu!

IMG-20181209-WA0055

IMG-20181209-WA0038

IMG-20181209-WA0052

Minggu, 9 Desember 2018 (Hari Keempat)

Hari yang mendebarkan, semalaman ku ga bisa tidur karena mau ujian, ujian individu, kelompok dan tertulis. Ujiannya pake sistem kocokan, ujian kelompok aku kebagian soft form A, pas buka lintingan “waduh” dalam hati, karena rangkaian gerakan soft form A banyak banget dan kudu bisa dalam semalam. Lalu ujian individu aku dapat Virabadrasana 1, nah ini kemarin waktu pelatihan aku salah-salah terus, memang kayanya takdir dapat ini biar belajar to the max

Kurang lebih jam 8 lewat, ujian kelompok dimulai, kelompok ku dapat giliran maju pertama, rasanya deg deg ser, gugup karena dilihat sama Bu Yesie tapi walau gugup Alhamdulillah seluruh rangkaian terlewati dengan baik. Siang setelah ishoma, kami lanjut materi lagi sampai jam tiga, sorenya kami lanjut ujian individu dan yang terakhir pengumuman kelulusan. Pelatihan ini tidak menjamin semua peserta lulus, kata Bu Yesie dan Bu Rini, mereka menilai kami selama proses pelatihan, saat ujian dan dari pr pr yang diberikan. Kalau tidak lulus wajib reseat, ga bayar pelatihan lagi, tapi cukup bayar makannya saja. Bagaimana nasibku?

Alhamdulillah lulusssss♥

Aku semakin tertarik belajar Yoga karena terpapar postingan Bu Yesie di @bidankita tentang manfaat yoga selama kehamilan. Kalau baca postingannya, dulu sampai mbatin “Masa sih sebegitu dasyatnya manfaat yoga?”. Setelah daftar pelatihan, baru belajar di hari pertama saja aku sudah jatuh cinta, semakin ingin belajar mendalam. Setiap gerakan dan nafas yang menyatu membuat tubuh terasa lebih damai. Yoga tidak hanya sekadar gerakan, tetapi latihan konsentrasi, nafas, melatih diri masuk lebih dalam, belajar menjadi pribadi yang lebih baik dan sehat. Setelah pelatihan hidup terasa lebih baik dan tenang, aura negatif rasanya bisa dihajar dengan mudah. Agenda selanjutnya, pengen banget ikut pelatihan Hypnobirthing, ada yang mau jadi sponsor? Hahaha

Untuk bidan bidan, pelatihan ini recommended banget, selain bermanfaat untuk klien, ini juga bagus buat diri sendiri, apalagi single, sambil menyelam minum air, sambil ngajar sambil memberdayakan diri. Kemarin waktu pelatihan aku curi curi waktu buat minta ttd Bu Yesie dong hihi

Kuucapkan terimakasih banyak untuk Bu Yesie, Bu Rini, Klinik Ngesti Widodo dan alumni PGY Batch 36, senang sekali bisa bergabung menjadi keluarga besar Prenatal Gentle Yoga, semoga semakin banyak lagi tenaga kesehatan dan ibu hamil yang mau memberdayakan diri sehingga hamilnya bebas keluhan dan tenang saat melahirkan

Processed with VSCO with  preset

IMG-20181209-WA0018

Pelatihan Prenatal Gentle Yoga Batch 36

Sampai jumpa di pelatihan selanjutnya!

Aku: Mahasiswa Baru

Seperti janjiku di postingan sebelumnya, aku ingin bercerita terkait pengalaman seleksi Magister-ku di Juni lalu. Ya, tepatnya tanggal 28-29 Juni 2018 aku dijadwalkan mengikuti seleksi di Semarang.

27 Juni 2018: Tepat di hari Pilkada, setelah aku mencelupkan jari kelingking di hamparan tinta ungu, aku pergi ke Stasiun untuk menempuh perjalanan ke Semarang, dan di hari itu, untuk pertama kalinya aku tidak tertidur di kereta sampai di tempat tujuan 😂 Jadi, niatnya si biar ga ketinggalan view ala-ala rel kereta di pinggir laut dan nyambi2 belajar juga, mencoret indah di buku-buku latian soal, ritual orang mau tes, biar sah dan ga merasa bersalah. Aku numpang nginep di kos Anin lagi 4 hari 3 malam, yea sebagai ucapan terimakasihku, nih Nin fotomu aku pajang ya di blog 😆

Foto bersama artis ibu kota, ibu kota Jawa Tengah ye kan 😋 (@anindyapuspaa)

28 Juni 2018: Hari pertama tes, Tes TPA dan Substansi Keilmuan. Tes yg pertama aku ikuti itu Substansi Keilmuan, dimulai pukul 08.00 sampai 11.00. Di sesi ini, soal-soal yang ditanyakan terkait Kebidanan, model vignette persis kek Ukom. Jadi kalo mau persiapan, ngerjain aja soal-soal Ukom, karena ku jamin, kalo belajar materi dari Buku atau PPT pasti ga ada nyawanya 😜

Lalu setelah break Ishoma, pukul 13.00 kami diminta masuk ruangan kembali dan melakukan tes TPA, di sesi ini tes TPA dipandu oleh mbak2 dan mas2 yg ku tak tau, tapi sepertinya dari sebuah lembaga yang biasa melakukan tes TPA ini. Mungkin ada 5-6 sesi ya untuk TPA ini, ga aku hitung soalnya mumet banget dah di dalem 😂 mulai dari isi biodata diri, tes gambar2, deret angka, dan menggambar sesuai instruksi. Setiap sesi waktunya sendiri2 dan aku paling kewalahan di deret angka karena emang dari SD kalo liat matematika mendadak mati otak ga bisa mikir apa2 wkwkwk. Nah, makanya waktu sekolah bidan, aku sangat bahagia karena 4 tahun aku kuliah selamat, ga ada sama sekali hitung2an berat, yaaa paling2 HPL sama UK kan? 😂 Dan ini aku anggap sesuai ungkapan: tupai kalo disuruh renang ya ga pas, ikan disuruh lompat ya ga bisa. Nah aku ya disuruh matematika kurang bisa, tp kalo suruh konseling, presentasi, public speaking doyan banget, dan pasti ada yg kebalikan dari aku, pinternya Masya Allah kalo ngerjain soal selalu perfect tapi disuruh public speaking ga PD. Ya kan ya kan? Jadi menurut aku, kita semua hidup di dunia ini saling membutuhkan kelebihan dan kekurangan masing2 orang, semua punya slot passion yang bisa dikembangkan dan dimaksimalkan. Enjoy it! Gausah ngejudge2 orang yang ga bisa ini itu, aku rasa setelah masuk di bangku perkuliahan, kita lebih open mind dan ga mesti yang lebih pinter lebih sukses atau yang lebih pinter kaya duluan. No no no, tergantung pribadi masing2 mau bertarung sama diri sendiri apa enggak untuk memaksimalkan pol-polan kelebihan yang dimiliki. Oke lanjut ke tes ya 😆 Tes selesai kurang lebih pukul 16.00-an, keluar ruangan dalam keadaan pusing cekit2 karena otaknya lama vakum 🙈

Suasana Tes TPA dan Tes Substansi Keilmuan

29 Juni 2018: Seleksi wawancara. Mulai pukul 08.00 sesi wawancara dimulai, semua antusias dan was-was menunggu panggilan, setelah menunggu kurang lebih 2 jam, namaku dipanggil dan diantar panitia ke ruangan Interviewers. Aku diwawancarai oleh Kaprodi Kebidanannya langsung, dan sebelum hari H ini, aku sempat bertanya ke adik tingkat yg sudah diterima jalur PMDP dan ternyata aku di interview oleh orang yg sama. Yeaaaaay! Ibarat mau perang, senjata yang disiapin pas, dan benar saja semua pertanyaan yang diajukan ga ada yang melenceng jauh dari kisi-kisi sang adik, Interview Test aman 💕

img_20180629_075156.jpg

Suasana menunggu panggilan Interview

03 Juli 2018: Hari yang aku nanti-nantikan tiba, dari beberapa bulan lalu, aku selalu berdoa, minta sama Allah diberi jalan yang terbaik, kalau memang jalannya diterima mudahkan, kalau memang ga diterima yasudah gapapa, mungkin memang belum saatnya. Aku gak begitu ngoyo dan menargetkan harus ketrima karena takutnya bukan jalan terbaik dari Allah, jadi belajar ya aku belajar, mengerjakan tes ya sebisanya, selesai tes sudah ga peduli amat dan mikir pusing yang ga bisa jawab. Rasanya lebih tenang dan damai daripada terlalu ngoyo terus ketika ga dapat hasilnya kita kecewa. Jadi sejatinya yang membuat kecewa itu diri sendiri ya?

Okey baiklah, tanpa alarm aku bangun jam 03.00 dini hari, spontan aku penasaran apa pengumumannya sudah keluar. Setelah aku cek, belum. Aku tidur lagi dan paginya sekitar jam 08.00 aku cek, belum juga. Oke baiklah aku biasa saja tapi agak was-was, duh gimana ya jelasinnya hahaha. Ya intinya ga fanatik banget lah, kalem kalem. Sempet kepikiran si, udah keluar budget banyak dari tes kesehatan, bolak balik Jogja minta rekomendasi, pengeluaran selama proses seleksi, biaya pendaftaran yang lumayan bisa buat uang jajan sebulan 😆 tapi yasudahlah pokoknya aku pasrah. Aku hanya meminta yg terbaik. Pukul 18.00 selepas solat maghrib, aku buka, belum ada juga. Wah ini maksudnya apa ya? Dalam hatiku 😂 Setelah membuka kesekian kalinya aku berpikir sepertinya besok pengumumannya, besok sajalah buka lagi. Eeeeeeh pukul 20.00-an aku dapat WA dari Widyaning (ini adik tingkat yg sudah ketrima jalur PMDP) “Mba selamat ya” wkwk yah gagal surprise, aku tau dari orang lain 😆 terus dek Widya ini kirim berkas pdf pengumumannya. Alhamdulillahirrabil’alamin, jika memang ini jalan terbaikMu Ya Allah

IMG_20180713_062112

12 Juli 2018: Dan akhirnya, setelah melakukan registrasi keuangan, registrasi akademik dan foto KTM, aku sah menjadi mahasiswa baruuuu

img_20180713_063533.jpg

Selalu ingat kata Alm. Anisah Mubarokatin : “Jadi setelah memilih haram bersantai dengan pilihan”

Selamat Nis, kau punya kehidupan baru lagi, tempat baru, suasana baru, teman baru dan yang jelas ujian hidup yang baru. Ingat Allah selalu, orangtua, adik-adik dan yang tersayang. Jangan pernah putus berdoa, semoga selalu diberikan kemudahan, kelancaran sampai akhir. Harus totalitas, ga ada kata setengah-setengah. Jangan hanya peduli dengan akademik, tapi perhatikan juga skill dan attitudemu. Selalu berusaha memperbaiki kesalahan di masa lalu dan semoga semakin bisa menjadi pribadi yang bermanfaat untuk orang lain. Aamiin ❤️

Kupilih Kampusmu, Tak ada Kuragu~

Seperti yang sudah aku ceritakan di Rasanya menjadi Bidan Muda, rencanaku setelah lulus dari program Diploma IV adalah melanjutkan studi. Pada awalnya, aku ingin melanjutkan pendidikan Profesi Bidan yaitu lanjutan dari DIV sebelum ke S2. Tapi betapa belum beruntungnya aku, atau memang jalan terbaik yang Allah berikan, program Profesi Bidan yang rencananya akan aku daftar belum dibuka tahun ini 😂

Hampir setiap hari dari bulan kelulusan DIV-ku, aku mencari-cari informasi terkait studi yang ingin aku tempuh dan rajin membuka website kampus-kampus yang aku incar. Padahal sebenarnya setiap hari isinya sama, bahkan aku sampai hafal tata letak dan kalau kalau ada yang berkurang di website tersebut. Sebelum lulus-pun aku rajin mencari info. Tapi setelah lulus pencarian informasiku bagaikan tukang teror, yang rajin kirim email, telfon, tanya ini itu sampai ada email yang ga dibalas karena mungkin adminnya lelah menjawab pertanyaanku ya hahaha

Dari awal aku kuliah kebidanan, ibuku selalu memberi warning, kalau mau lanjut, ambillah program yang linier, jangan belok-belok. Dan aku setuju dengan saran ibuku, karena memang program yang belok-belok pun aku ga ada yang cocok, baik kampus maupun jurusannya. Ya itu selera ya, setiap orang berhak memilih mana yang disukai dan mana yang tidak. Jadi dulu saat pemilihan nominasi kampus Pasca Sarjana, aku hanya berfokus ke kampus yang memiliki program S2 Kebidanan: Unp*d, Unibr*w, Poltekkes. U*and dan U*has tidak masuk nominasiku karena jaraknya yang terlalu jauh. Ah iya, ada UNI*A juga almamaterku, tidak kumasukkan list karena berbagai pertimbangan dan yang terpenting aku ingin mencoba suasana baru. Melihat persyaratan yang diminta Unp*d dan Unibr*w membuat keputusanku berubah. Unp*d mensyaratkan pengalaman mengajar sebagai dosen minimal 2 tahun setelah lulus DIV dan pengalaman klinik 1 tahun setelah lulus DIII. Sedangkan, Unibr*w mensyaratkan pengalaman mengajar minimal 1 tahun untuk lulusan DIV. Aku-pun berencana melanjutkan studi di luar negeri, seperti yang sudah ku ceritakan di Rasanya menjadi Bidan Muda, rencana negara tujuanku yaitu Australia atau Inggris untuk Master of Midwifery Program, tetapi sama dengan persyaratan Unp*d dan Unibr*w, mereka meminta pengalaman klinik minimal 2 tahun sebagai syarat. Wah aku tidak sanggup lama-lama 😂, setelah melakukan analisis panjang dan berbagai pertimbangan, aku putuskan untuk mengambil dalam negeri saja. Lalu, setelah aku bandingkan biaya kuliah, biaya hidup, kos dan biaya lainnya, maka jatuhlah pilihanku ke Program Magister Terapan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Semarang TA 2018/2019.

Awal mulanya, Mei 2018, aku mendapat email dari admin Poltekkes Kemenkes Semarang yang isinya Poltekkes akan segera membuka pendaftaran Program Alih Jenjang dari DIII ke DIV dan Pasca Sarjana. Setelah mendapat email, aku berdiskusi dengan kedua orang tuaku, dan orang tuaku setuju aku segera mendaftar. Melihat syarat-syarat yang dibutuhkan, aku harus kembali ke almamater untuk meminta surat rekomendasi sebagai salah satu syarat untuk mendaftar dan kuhubungi-lah dosen-dosen yang pernah membimbingku selama kuliah. Saat meminta rekomendasi, aku mendapat pertanyaan apakah aku betul mantap, apa jenjang karir ke depannya, programnya sudah terakreditasi atau belum, berapa lama waktu kuliahnya, gelar yang akan di dapat apa dan masih ada beberapa pertanyaan lain. Aku sangat berterima kasih kepada dosen-dosenku yang sudah memberi rekomendasi. My lecture! ❤

Selain dosenku, banyak juga teman lain yang bertanya. Kebanyakan masih asing dengan S2 Terapan Kebidanan, karena ini jenis pendidikan baru, jenjang Magister program vokasi/terapan. Ada yang bertanya, apa bedanya S2 Kebidanan dan S2 Terapan Kebidanan? Jadi ibaratnya begini, ada sekolah SMA ada SMK, lalu ada S1 dan DIV.  S1 Kebidanan, kategorinya pendidikan akademik, yang mana 60% teori dan 40% praktik, ada juga DIV Kebidanan kategorinya pendidikan vokasi, yang isinya 60% praktik dan 40% teori. S2 Kebidanan ibarat SMA, S2 Terapan Kebidanan ibarat SMK-nya. S2 Kebidanan merupakan Pasca Sarjana pendidikan akademik, kalau S2 Terapan Kebidanan itu Pasca Sarjana pendidikan vokasi. Lulusan DIV bisa lanjut ke S2 Kebidanan, begitu juga lulusan S1 Kebidanan+Profesi bisa lanjut ke S2 Terapan Kebidanan. Kembali lagi, itu pilihan. Highlight-nya lebih ke tugas akhir atau Thesis. Thesis S2 Terapan Kebidanan berbeda dengan S2 Kebidanan.

Poltekkes Kemenkes Semarang sendiri merupakan Perguruan Tinggi yang fokus pada pendidikan vokasi dan yang pertama kali di Indonesia menyelenggarakan Program Pasca Sarjana Magister Terapan Kesehatan Program Studi Kebidanan. Program ini sudah terakreditasi LAM PT Kes dengan predikat B. Yah seiring berjalannya waktu, aku yakin bisa re-akreditasi dan berubah menjadi A atau Sangat Baik. Lama studinya 4 semester dengan beban 36 SKS meliputi pembelajaran teori, praktik, klinik dan residensi. Gelar yang didapat setelah lulus adalah M.Tr.Keb. Okay, berarti aku harus me-rename folder2 di laptop yang bertuliskan Annisa Septy N, S.S.T., M.Mid 😆

Jadi begitulah perjalanan Kupilih Kampusmu, Tak ada Kuragu~ (nyanyikan pake lagunya Ussy Andhika ya😝). Aku selalu berkeyakinan, jika memang pilihanku yang terbaik, Allah pasti mudahkan prosesku diterima. Jika memang bukan jalanku, ya besok saat pengumuman kelulusan namaku tidak ada. Seperti apa kata Gita Savitri Devi “Ada beberapa hal di dunia yang nggak bisa di utak-atik, memang bukan kuasa kita. Mau sekeras apapun usahanya, mau sedalam apa perasaannya, kalau memang bukan takdirnya, ya nggak akan bersama. Sesimple itu. Bukan aku yang menentukan apa yang menjadi milikku, karena cuma Tuhan yang tahu apa yang terbaik buat hambaNya.”

Yay, tunggu ceritaku saat prosesi tes dan wawancara ya! Soon on June 2018!

Doakan aku mendapatkan hasil yang terbaikkkkkk! ❤❤

[Part 3] One of the best part in my life, Riskesdas 2018

Sambil nunggu gajian di transfer, gabut nih mau ngapain hahaha😛 Mari kita sambungkan cerita episode ketiga dari Riskesdas 2018

Setelah kami melakukan training selama kurang lebih 10 hari di Hotel MG Setos Semarang, tepat malam hari setelah closing ceremony kami dijemput oleh bus dari Purbalingga. Kira kira pukul 23.30 kami naik bus dan pulang menuju Purbalingga. Sampai di Purbalingga waktu Subuh dan kami pulang ke rumah masing–masing. Kami mulai puldat satu minggu setelah training, tepatnya tanggal 2 April 2018 dan sebelum itu kami bolak balik ke DKK untuk mempersiapan puldat.

2 April 2018, sebelum turun lapangan kami berkumpul di DKK untuk mendapatkan pengarahan dari PJT, PJO dan Kepala Dinkes Purbalingga. Setelah pengarahan kami berfoto bersama dan kami dilepas puldat untuk BS pertama.

Riskesdas 2018 Purbalingga, Jawa Tengah

Aku tergabung di Tim 1 yang mana anggotanya terdiri dari 4 orang. Aku tergabung di tim yang luar biasa kompaknya dan hebohnya sampai ku tak sanggup mendeskripsikannya hahaha. Aku kenalkan satu persatu ya, ada Mba Nurulita Destiana atau biasa dipanggil Mba Lita sebagai Ketua Tim, basic pendidikannya D3 Kebidanan dan sekarang ini kerja jadi Naping di Kelurahan Kalimanah Wetan, ini orang yang paling tua, eh dewasa maksudnya😝 sudah bersuami dan memiliki dua orang putri kecil. Mba Lita ini orangnya nyantai, asik, ga teoritis, ga saklek banget gitu, paling kecil tapi makannya banyak, setiap hari harus nyusu biar kuat menghadapi kenyataan. Terus selanjutnya ada Mba Dyah Ragil Wahyu Lestari, biasa dipanggil Mba Dyah alias Dygil 😂, sebagai Wakil Ketua Tim, lulusan Kesmas, masih single belum menikah, tapi ada hubungan dengan lelaki (?) aku kasih tanda tanya karena bingung statusnya, maap ya Mba Dyah wkwk. Ini orang yang paling semangat ngentry, paling ingetan ga pelupa, cerdik, kalo puldat gerakannya wus wus wus wus, gerak cepat engga leda lede, kalo makan paling sering ga habis, paling OOTD se-Tim 1, master complicated about love wkwkwk. Terakhir, ada Dedek Restu Isna Nurtiya, biasa dipanggil Dedek Isna, fresh graduated dari Keperawatan, yang paling muda tapi paling gede bodynya. Liat Isna makan jadi pengen makan, sekali lahap sari roti 3 bungkus bisa ludes, makan mieayam+bakso, mie cobek doble porsi, suka nyeprite, kalo Isna ga nafsu makan malah kita yang worry, ini orang kenapa ya hahaha. Dedek Isna bagian pegang perduitan, segala macam urusan duit pokoknya Isna. Artisnya Tim 1 yang hitz se-Indonesia gegara tragedi sandal terbangnya di BS 8, orangnya nyantai, full of laugh but no full of love, Riskesdas malah menjadi saksi bisu pedotnya kisah cinta dedek :’). Kalau aku sendiri di Tim 1 dapet tugas jadi Sekretaris, jadi segala urusan administrasi terkait dengan Desa, Laporan Dinas, ttd ttd gitu pokoknya aku yg pegang. Selama di Riskesdas 2018 ini, di Tim 1 aku merasa sangat bersyukur karena aku diberi tim yang hebat, anti cape-cape club, hujan badai diterjang, ga ada yang suka ngeluh, semangat semangat bareng, males males bareng, ga ada miss komunikasi, semua masalah bisa didiskusikan. Proud of Tim 1!

Riskesdas 2018 Purbalingga Tim 1, dari kiri ke kanan (Annisa-Isna-Lita-Dyah)

Seperti yang sudah aku ceritakan di [Part 2] Training Centre: Workshop Enumerator Riskesdas 2018, di Purbalingga ada 76 BS yang harus di selesaikan, dan Tim 1 mendapat jatah 13 BS. Aku sebutkan ya BS nya dari awal, yang pertama kita ke Desa Tlahab Lor, lalu ke Kajongan, Gandasuli, Talagening, Karangtengah, Purbalingga Wetan, Karangcengis, Makam, Cendana, Selanegara, Sirau dan yang terakhir Sidareja. Dari 13 BS yang kami dapat, hanya satu yang berada di kota hahaha dan lainnya di desa-desa. Arah BS yang kami tempuh itu tidak satu arah, ada yang ke barat, ke timur, ke utara dan selatan kabupaten. Awal saat pembagian BS ini kelompok kami sempat menghela nafas karena jauh dari domisili kami. Tapi dengan kekuatan semangat, ternyata setelah kami jalani itu tidak begitu sulit dan malah sangat amat menyenangkan. Apalagi, kami kebagian Desa Sirau yang itu letaknya di ujung ujung Purbalingga dan tak ada sinyal sms maupun sinyal internet. Akses internet disana menggunakan WiFi desa yang harus dibeli menggunakan voucher. Tapiiiiiiiiiiii selama 22 tahun aku hidup, aku tidak menyangka ada pemandangan rasa Nusa Tenggara Barat di Purbalingga 😂 ya walau aku belum pernah ke NTB 🙈 Mungkin ini ga bisa dibandingkan dengan perjuangan rekan rekan enumerator lain di Kalimantan, Sulawesi, Papua atau daerah perbatasan lain. Tapi untuk kami kami yang biasa tinggal di kota, ini sangat WOW! Dan dari semua BS di Purbalingga, bisa dikatakan Sirau adalah yang dikatakan daerah tersulit, dibanding BS lain di Purbalingga lho ya.

Pengumpulan data alias puldat untuk Tim 1 dilakukan selama 39 hari, dari tanggal 2 April 2018 sampai 10 Mei 2018. Setelah puldat selesai, kami masih aktif berkomunikasi di grup karena misalkan ada jawaban responden yang perlu di klarifikasi, kami dihubungi oleh PJT Kabupaten. Untuk kegiatan yang kita lakukan selama Riset, kami melakukan wawancara rumah tangga, wawancara individu kepada semua anggota keluarga dan pengukuran antropometri. Yang mana data yang kami kumpulkan ini, akan dijadikan evaluasi program pemerintah 5 tahun sebelumnya, dan dasar pembuatan kebijakan pemerintah 5 tahun kedepan.

Riskesdas 2018

Pelatih kami selalu mengingatkan “Enumerator boleh salah, tapi tidak boleh bohong.”

Ya itu betul sekali, kalau enum ada yang berbohong atau istilah kerennya DPR (Dibawah Pohon Rindang)😅 alias mengarang bebas, ya akan membuat kebijakan untuk Indonesia salah lima tahun kedepan. Bagaimana bisa? Ya bisa, misalnya saja ada pertanyaan terkait penerimaan tablet tambah darah pada remaja, jumlah yang diterima, dapat darimana, dll. Kan kalau kita karang isinya, nanti tidak sesuai dengan program yang sudah dilakukan pemerintah. Jadi, dari lubuk hati yang terdalam, aku sangat bangga bisa tergabung di Riskesdas 2018 karena ikut berjuang untuk kesehatan Indonesia 5 tahun kedepan *gaya swing swing* dan selain bangga, aku juga dapat banyak pengalaman, kenalan, channel yang tidak terbayang sebelumnya. Dari Riskesdas ini aku belajar, jadi bidan itu ga harus melulu di puskesmas, di rumah sakit atau ngajar jadi dosen. Melakukan riset, kerja turun lapangan, melihat kondisi masyarakat langsung dari berbagai kelas ekonomi, membuatku lebih banyak bersyukur dan sangat sangat berterima kasih kepada Allah SWT yang telah memberikanku kehidupan seperti sekarang.

Kesan terakhir, Riskesdas 2018 is one of the best part in my life. Bertemu dengan orang-orang hebat dari berbagai latar belakang pendidikan, bertemu dengan masyarakat yg beraneka ragam sifat dan budaya. Tak ada yang kusesali dari seluruh pembagian blok, walau dibuang ke utara-selatan, barat-timur, ringan beratnya aku selalu bahagia. Terimakasih untuk 39 Hari, 13 Blok dan 130 RuTanya. Tim 1 love love love! Semoga diberi kesempatan luar biasa ini lagi, sampai jumpa di Riskesdas 2023!

[Part 2] Training Centre: Workshop Enumerator Riskesdas 2018

Setelah hampir dua minggu berlalu, tepat pada tanggal 10 Maret 2018 terdengar bunyi notifikasi sms di hapeku. Rasanya deg-deg an saat membaca nama pengirim sms “Dinkes Jateng”. Lalu kubuka perlahan, dan isinya “…….. Sdr. dinyatakan Lulus, selanjutnya harap hadir mengikuti TC tanggal 19-27 Maret 2018 di Hotel MG Setos, Semarang. Konfirmasi kesanggupan melalui….”. Alhamdulillahirrabil’alamin Ya Allah… Rasanya senang sekali dan tak lama kemudian ada undangan grup baru di WA dan ucapan selamat bergabung dengan Riskesdas 2018 oleh Dinkes Purbalingga. Awalnya merasa sangat asing dengan lingkungan grup karena tidak ada yang kukenal akrab, tapi ada beberapa kakak kelas jaman SMA yang aku tau dan saat itupun aku masih merasa pekeweuh atau rikuh karena lama juga tidak bertemu. Setelah perkenalan via grup WA, kami diminta berkumpul di Dinkes Pbg terkait pengarahan dan teknis pelaksanaan puldat alias pengumpulan data. Awal yang kami lakukan yaitu menyebarkan surat izin ke kecamatan dan desa yang menjadi sample penelitian dan menyiapkan perlengkapan untuk TC di Semarang. Untuk Kab. Purbalingga sepakat berangkat pulang bersama naik bus dari DKK. Wah, keluarga baru pengalaman baru. “Selamat Datang di Riskesdas 2018” batinku.

Mungkin masih ada yang bertanya dan bingung, Riskesdas itu apa, dari mana, program siapa, dibayar atau sukarela, dll. Jadi, Riskesdas itu singkatan dari Riset Kesehatan Dasar, program dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang sekarang dilaksanakan periodik lima tahun sekali. Sebelumnya Riskesdas pernah dilaksanakan pada tahun 2007, 2010 dan 2013. Sample dipilih secara random merata di seluruh Indonesia. Data yang dikumpulkan akan dijadikan pedoman dasar pembuatan kebijakan program pemerintah 5 tahun kedepan. Untuk Kabupaten Purbalingga sendiri, ada 76 BS (Blok Sensus), 1 BS terdiri dari 10 RuTa, dan dari 76 BS dibagi menjadi 6 Tim. Satu tim terdiri dari 4 orang. Pembagian BS dilakukan secara acak oleh Badan Pusat Statistik. Pembagian BS baru diumumkan sepulang kami TC di Semarang. Deg-degan? Jelasss 😅

19 Maret 2018, pukul 03.00 kami berangkat dari Purbalingga ke Semarang. Sampai hotel pukul 08.00 dan waktu check in pukul 09.00. Jadilah glandang glundung di loby hotel padahal jelas tertera tulisan “Dilarang duduk di lantai” hahaha. Setelah berhasil check in dan masuk ke kamar hotel, kami diberi kesempatan istirahat sampai pukul 15.30. Setelah itu kami diminta berkumpul di Lantai 16 untuk Pre-Test. Setelah Pre-Test acara pembukaan dimulai pukul 19.00 WIB. Pada saat pembukaan, kami dijelaskan detail mengenai Riskesdas 2018, kode etik penelitian dan peraturan selama TC. Kalau ditanya isi materinya, aku tidak begitu ingat karena sepertinya saat itu mata dan telingaku terpejam sesaat. Setelah pembukaan selesai, kami diminta istirahat dan mulai esok harinya sudah mulai materi sesuai dengan pembagian kelas masing-masing.

Aku tergabung di kelas Orchid 4 dengan Pelatih Nasional Ibu Awal dan Ibu Dewi. Oiya, sample di Riskesdas itu terbagi menjadi dua, Kesmas dan Biomedis. Kalau kesmas itu hanya wawancara saja dan pengukuran antropometri, kalau biomedis dilakukan wawancara dan pengambilan spesimen darah. Tahun 2018 ini, Purbalingga mendapat jatah sample Kesmas. Pelatihan hari pertama sampai keempat dimulai pagi pukul 08.00 dan selesai paling malam 20.30 WIB. Dua puluh empat lembar kuesioner dibahas satu per satu, setiap blok, setiap baris, setiap kotak item tanpa ada yang terlewat. Rasanya kepala cekit cekit, pusing, badan greges, kepala dan leher belakang penuh koyo 😂 Hari kelima kami dijadwalkan mengecek alat alat yang akan digunakan dan uji coba antropometri dengan responden teman kita sendiri dan anak-anak dari TK Aisyiyah Semarang. Dua hari selanjutnya kami dijadwalkan uji coba turun lapangan di wilayah Kota Semarang dan pelatihan entry data. Hari terakhir, kami dijadwalkan mengambil logistik dan kuesioner, dan malam harinya closing ceremony. Selepas closing, Tim Purbalingga langsung check out dan sampai di Purbalingga pukul 05.00 WIB.

Ini dia cuplikannya…

Bersambung…

[Part 1] Seleksi Enumerator Riskesdas 2018 Tingkat Provinsi

Setelah dinyatakan lulus seleksi tingkat kabupaten, yang aku nanti nantikan akhirnya datang, sms gateway dari provinsi yang isinya mengundang interview test pada tanggal 02 Maret 2018 di Dinkes Provinsi Jawa Tengah. Yayyyyyyy!! Karena sms datang H-2, hari itu juga aku langsung booking tiket kereta dan berangkat esok harinya. Sesampainya di Semarang, aku menginap di kos Anindya Puspa Dhuhita, yang sedang berjuang mendapat gelar Magister Kenotariatan di Undip haha. Tepat hari H sesuai jadwal tiket, aku berangkat ke Dinkes menggunakan Go-Ride berkostum atasan batik dan bawahan rok hitam. Tukang Go-Jeknya nanya “Berangkat kerja ya bu?” Malas menjelaskan panjang lebar, kuiyakan saja. Lalu sang abang bertanya lagi “Dinkes yang  di jalan tendean ya bu?” Ku hanya mengernyitkan dahi, dan mbatin “I don’t know”. Kubilang “Sesuai maps pak” hahaha sambil nyelimur ya padahal aslinya gatau lokasinya. Oke, sampailah aku di Dinkes Prov dan disana sudah banyak sekali calon enumerator yang akan di interview. Setelah usut sana usut sini, ternyata aku ada di batch ke-3, dan hari hari sebelumnya sudah ada 2 batch. Aku lupa gabung dengan kabupaten mana saja, yang ku ingat, saat antri interview aku sebelahan sama mba2 dari Salatiga yang sudah berpengalaman ikut program Kemenkes dan di awal pembicaraan aku merasakan aura ikut program ini itu positif. Coba tebak aura apa ya? Hahahaha 😆

Setelah menunggu beberapa saat, pukul 08.30 lebih sedikit kami dikumpulkan di salah satu Aula Lantai 8 dan sebelum Interview dimulai, kami diberi pengarahan dari Bu Ayu perwakilan Kemenkes terkait komitmen dan diberi kesempatan bagi yang merasa tidak sanggup, dipersilahkan mengundurkan diri karena ketika kami sudah terikat kontrak ditengah jalan dan ingin mundur, ya konsekuensinya harus mengembalikan seluruh biaya training. Karena Riskesdas tidak ada libur dan tanggal merah, semuanya tanggalnya hitam. Agak nyimpang sedikit, first impression ketemu Bu Ayu, ku langsung jatuh cinta. Ea 😂 Pertama liat Bu Ayu langsung terpesona sama Bu Ayu ini, dari cara berbicara, cara jalan, body language, duh rasanya pengen kenalan dan foto bareng hehe. Dan Bu Ayu sempet bilang “Semoga kita ketemu lagi di Training Centre, yang artinya kalian semua diterima” dan serentak seruangan bilang “Aamiin”. Dalam hatiku, “Iya bu aku mau ketemu ibu lagi” 😍

Setelah selesai pengarahan, ada 6 meja untuk Interviewer, dan setiap Interviewer memegang berbeda beda kabupaten. Saat itu namaku dipanggil pertama untuk Kabupaten Purbalingga (ini kayanya si gegara abjad ya) dan akhirnya aku maju, setelah dipersilahkan duduk lalu sang Interviewer memastikan “Annisa Septy?” dan kujawab Iya. “Ok, please describe your self?” Rasanya mak deg, waduh kok inggrisan haha. Dan kupastikan lagi “In english?” “Yes”. Oh my God, hahaha its been a long time ku tidak speak in english maupun present a presentation jadi agak gugup dan belepotan ngomongnya. Tapi gugup di hati aja ya, muka berusaha kalem dan meyakinkan, walaupun gatau aslinya gmn haha. Oke aku jelaskan mengenai diri, mulai nama, asal, lulusan mana, basic pendidikannya apa, pengalaman organisasi, prestasi dan kegiatan setelah lulus. Selama menjelaskan ini agak tersendat sendat karena lama mikir, duh malu maluin bgt yah .-. Dan kayanya banyak grammar yg salah sampe ibunya bilang “Are you sure? Oke kita indonesiaan aja” hahaha. Ini kayanya kebetulan aja si ditanya in english, soalnya dari peserta lain yang aku tanya, itu semua interview full indonesia 😂

Lalu ibu interviewer melanjutkan pertanyaan seputar kesiapan kita jika nanti diterima, dalam satu hari kuat kerja berapa jam, bisa mengoperasikan office dan spss atau tidak, lalu ditanya sedikit terkait skripsi dan rencana menikah dalam waktu dekat. Mungkin ada yang ditanyakan selain itu, tapi jujur aja lupa :3. Setelah menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh ibu interviewer, “Kalau saya oke, nanti saya diskusikan sama tim, tinggal nunggu pengumuman ya” kata ibu interviewer. Setelah itu aku dipersilahkan meninggalkan ruangan. Rasanyaaaaa deg-degan, legaaaaaa, plonggggg, agak ndredeg dikit, tapi ya segala sesuatu aku rasa sudah melakukan yang terbaik, tinggal menunggu hasil dan pengumuman. Sebenernya sesuatu kalau udah dilewatin itu rasanya biasa aja ga si? Hihi

Bersambung…

Rasanya menjadi Bidan Muda

2013-2017, selama jadi mahasiswa, belum lulus banyak sekali impian yang ingin dicapai setelah lulus. Saat masih jaman jadi mahasiswa, impian terbesar saya adalah sekolah lagi, lanjut S2. Kenapa? Karena pada awalnya saat saya masuk pendidikan bidan, saya memang bercita cita menjadi pengajar. Ini akibat saat SMA mau daftar guru tak mendapat ijin dari orangtua 😆. Lalu ingin lanjut S2 dimana? Saat jaman kuliah dulu, karena terpapar dunia pendidikan dan dosen dosen yang diterima S2 diluar negeri, saya ingin sekali seperti mereka. Saat itu saya ingin lanjut mengambil Master of Midwifery di Australia atau Inggris. Sampai sampai isi folder laptop, note note di dinding kamar kos bertuliskan Annisa Septy N, S.S.T., M.Mid hahaha. Namanya impian gak ada yang salah kan? Tapi saya juga membuat Plan B, Plan C, Plan D terkait kampus lain yang ingin saya incar. Karena kuliah di luar negeri juga persiapannya banyak ya bro 😆

Impian terus berdiri kokoh sampai saya diwisuda D3 tahun 2016. Saya mencari informasi terkait beasiswa dan syarat syarat yang dibutuhkan, rata rata persyaratannya untuk mengambil S2 Kebidanan dalam negeri maupun luar negeri adalah minimal pengalaman kerja di lahan atau pendidikan selama 2 tahun. Nah ini sebenarnya yang membuat saya galau saat jaman mahasiswa, pengennya lulus langsung lanjut gamau pake jeda jeda dulu (maunya ya?)

Lalu bagaimana kabar impian saya setelah lulus? Setelah saya diwisuda D4 Agustus 2017, dan menyelesaikan semua urusan akademik di Jogja, awal September saya resmi kembali ke kampung halaman (ceilah, padahal rumahku masih di kota) saya full praktek di rumah. Loh kok dirumah? Iya jadi kebetulan ibu saya bidan XD (jangan bilang, oh pantesan ga boleh jadi guru? haha) Jadi Alhamdulillah ibu saya punya BPM alias Bidan Praktik Mandiri. Dulunya ibu Bidan Desa, sambil di Puskesmas, tapi semenjak tahun 2007 (kalo ga salah) ibu mendapat SK untuk pindah di Dinas Kesehatan (apa hubungannya sama cerita aku? Ga ada, cerita aja wkwk). Naaaaah, mulai awal September 2017 aktif praktek di rumah bantuin ibu, sekalian personal branding, ngasih tau ke masyarakat sekitar kalo ini lohhhhh anaknya Bu Bidan Tri Utami sudah lulus, mau bantuin dan nemenin ibunya praktik dirumah.

Pendidikan bidan terbilang uniq. Pinter teori belum tentu pinter praktek. Pinter praktek ga pakai teori juga berbahaya. Tangan tangan bidan harus terlatih dan peka terhadap semua ketrampilan. Dan bagaimana cara mengasah tangannya? Ya jelas sering pegang pasien, sering praktek dan teori yang didapat selama kuliah di praktekkan. Singkatnya, jam terbang ditinggikan. Jaman kuliah saya agak parno sama praktek, saya dulu berfikir apa saya bisa leopold dengan benar? VT? Apa bisa saya nolong persalinan yang saya pimpin sendiri? Dan ternyata, setelah saya lulus, setelah saya ikut pelatihan, sering pegang pasien, dan terpapar terus menerus dengan skill, saya merasa ada perubahan dalam diri saya. Saya menjadi lebih percaya diri dan setiap pasien datang dengan keluhannya, spontan saya beri solusi dari apa yang ada di otak saya. Setelah pasien pulang, saya merenung, “Kok bisa ya saya edukasi tadi sampai seperti itu?” Saya mah belum apa apa, tapi dari situ saya mendapat hikmah, kalau mau pintar ya harus terus belajar dan mempraktekkan. Dan saya mendapat jawaban kenapa Magister Kebidanan atau Master of Midwifery syaratnya harus minimal pengalaman kerja 2 tahun. Yaaaaa, karena untuk menjadi Master kita harus master dulu XD master meriksa hamil, master meriksa anak, master nolong persalinan, master merawat bayi. Masa mau ngajarin tapi belum bisa yang mau diajar?

Aktifitas saya dirumah selama 6 bulan terakhir setelah lulus, pagi pagi ngurusan adek kecil yang mau sekolah, paling engga jam 8 baru selesai nyuapin, mandiin, antar sekolah. Setelah itu, double job admin olshop (bisa cek Ig kita di @yourherbalstore). Kebetulan ibu dirumah punya bisnis sampingan barang2 herbal, kosmetik dan semacamnya, jadi sekalian ngadminin orderan dan packingan. Sebelum saya dirumah, nyambi ngantor ibunda melayani orderan trus admin yang dirumah tinggal packing saja. Kebayang mumetnya ngurusin orderan orang orang nyambi ngantor? ☹ (kenapa jadi nyasar ke olshop?) Trus sambil melayani orderan via WhatsApp, dirumah duduk manis sambil nyikatin lantai (read:bersih2) 😅 jagain rumah barangkali ada pasien datang, entah yang mau KB, periksa anak, periksa hamil atau yang mau lahiran. Saya dirumah sama bidan jaga yang udah hampir berjamur karena 3 tahun lebih kerja dirumah 😂

Kalau ditanya status saya bekerja atau tidak? Ya secara status, tidak bekerja tapi saya punya banyak akifitas. Jadi kalau ada yang nanya “Kerja dimana sekarang?” “Udah daftar mana aja?” “Emang ga malu udah lulus dirumah aja?” “Emang ga ditanyain tetangga?”. Hello everyone, setiap orang memiliki hak untuk apa yang ia gunakan, untuk apa yang ia putuskan dalam hidupnya. Kita tidak berhak men-judge keputusan dan pilihan orang lain dalam segala hal, karena kita mungkin tidak tau alasannya, pengorbanannya atau demi siapa. Saya ingat betul, dulu waktu SMA, Kepala Sekolah saya pernah mengatakan “Jangan jadi mercusuar, menyinari yang jauh tapi yang di dekat kita kegelapan”. Jadi saya sekarang sedang menggunakan prinsip itu, saya ingin membantu orang tua saya terlebih dahulu, meringankan beban ibu saya dirumah, membantu ibu saya. Paling cape itu kalau apa tah? Kalau ada persalinan dan harus pemantauan, sekarang saya dan bidan jaga yang dirumah sepakat, kalau ada persalinan terutama malam malam, saya dan bidan jaga observasi (tidur ayam atau kadang tidak tidur), nanti kalau sudah pembukaan lengkap baru membangunkan ibu saya. Pernah waktu itu karena saya kasihan lihat ibu saya kelelahan, bayi sudah lahir, baru saya beri tahu. Senang rasanya tidak perlu membuat ibu terbangun terlalu lama karena esok paginya harus ngantor. Apakah ini sudah dikatakan berbakti? Saya merasa belum melakukan apa apa dan belum bisa membalas semua kebaikan orangtua saya 😢 Tapi semoga yang sedang saya jalani sekarang sedikit membantu meringankan.

Lalu pengalaman selama dirumah, bagaimana rasanya menjadi Bidan fresh graduated? Namanya perasaan, ada manis ada asam. Kalo manis semua nanti diabetes haha. Beberapa pasien sudah tau saya anaknya Bu Bidan. Tapi apakah menjadi anak Bu Bidan menjamin semua pasien mau dipegang? Ini pernyataan yang sering terlontar kepada saya “Kamu mah enak, ibumu bidan” dari teman teman seperjuangan pendidikan dulu. Yeaaa untuk membangun kepercayaan orang lain, saya juga butuh personal branding sendiri, saya tidak bisa menggunakan label nama ibu saya sebagai merk dagang saya. Kadang saya teriris kalau ada pasien yang jelas menolak disentuh oleh saya di depan ibu maupun bidan jaga “Saya gakmau disuntik mbak itu” “Saya mau disuntik ibu saja” “Ih mbaknya baru ya” dan berbagai pernyataan menolak. Tetapi tidak sedikit juga yang mau menerima dan percaya setelah mendapatkan pelayanan dari saya, “Disuntik mbanya ga krasa” “Mbanya anaknya Bu Tri ya” “Wah anaknya Bu Tri pasti udah pinter ya, belajar sama ibunya sendiri” “Mbanya udah punya anak berapa? Kok tau bgt” “Mbanya lemes ya pegang bayinya”, pernyataan seperti itu menjadi cambuk saya untuk selalu semangat membangun kepercayaan, dan berusaha berfikir positif, yang belum mau, pasti karena belum pernah dan belum biasa melihat saya. Dan saya sadar diri, saya masih bau kencur, pengalaman belum seberapa, jadi saya harus terus belajar belajar dan sabar.

Rencana kedepan? Saya ingin melanjutkan pendidikan Profesi Bidan, yang semoga tahun ini dibuka dan saya diterima. Saya ingin selalu up to date dan semakin ingin mengasah otak dan tangan saya. Saya ingin menjadi bidan yang bermanfaat bagi orang lain, gamau yang biasa biasa saja. Ingin menggencarkan kampanye ASI Eksklusif dan hamil-melahirkan nyaman minim trauma (terinspirasi dari Bu Yesie @bidankita). Btw, pertengahan Februari kemarin, saya mendaftarkan diri sebagai calon Enumerator Riskesdas 2018, program dari Balitbang Kemenkes RI. Dan Alhamdulillah sudah lolos seleksi tahap Kabupaten, tinggal menunggu panggilan seleksi tingkat Provinsi Jateng. Kalau nanti lolos, saya share pengalaman saya ya 😋

Salam,

Annisa

 

 

This slideshow requires JavaScript.

Kenapa bisa gendut? :v

Lama tidak bersua. Rasanya blog ini sudah banyak sarang laba-labanya ya 😶

Sudah lewat setahun tak pernah posting, sekarang gabut baru kepikiran mau nulis apa lagi haha. Sebenernya masih belum jauh dari postingan sebelumnya, disini aku masih mau cerita pengalaman diet kemarin Cerita dibalik 53 kg, tapi lebih ke WHY? Dan apa yang menyebabkan dulu badan bisa bulet bin buntek dan pada saat itu ngrasanya everything is okay :3

14 September 1995, bayi Annisa lahir spontan, langsung menangis, BB lahir 3500 gr, PB 50 cm. Wiiii mayan yaa hihi

20171003_092226.jpg
Dari bayi sampe TK, BB rasanya masih sedeng2 aja, badan engga gendut juga engga kurus kuying kaya gantar. Sampai akhirnya detik detik menjelang menstruasi, sekitar kelas 4 SD, setiap libur semester makan, jajan, ga bisa di rem. Tiap dibilangin sama orang tua, malah tambah jadi, makin tambah pengen ngemil dan makan. Liburan selesai selalu nimbang, dan tiap liburan pasti nambah 3kg, jaman itu belum tau apa ruginya berat badan nambah mulu, pikiran mah makan tenang hati senang hahaha. Inget banget, pokoknya kelas 4-5 SD BBnya 45-46kg sekitar itu, dan pas nimbang bareng temen2 ngrasa maluuuu karena krasa “Kok aku gede banget ya?” Huhuhu. Tapi ngga ada kepikiran diet dietan, ga mudeng, ga kepikiran. Kelas 5 SD awal menstruasi, badan makin bengkak, kayanya nafsu makan terus nambah sampai akhirnya lulus SD dengan Berat Badan 50 kg 😂
Tahun 2007, awal masuk SMP, muka masih bahagia, pikiran masih enjoy sama makanan, berangkat sekolah sarapan, istirahat makan jajan (jajan disini yaitu lemper, arem arem, gorengan, makaroni, pedes2, batagor, cimol, dorayaki, bah banyak kali pokoknya) terus jam makan siang makan juga, dengan asupan karbohidrat yang banyak. Belum lagi, pulang kerumah, masih ngemil ini itu, makan malem terus tidur. Jaman segitu juga masih belum mudeng, porsi bagus kaya apa, karbohidrat harusnya seberapa, protein seberapa, terus juga minumnya kurang, jarang makan sayur karena belum ngerasa butuh.
20171003_091955.jpg
Tahun 2010, masuk SMA dengan Berat Badan 55 kg dengan TB 154 cm, sempet ga percaya liat jarum angka di timbangan. Batinku “Kok gendut banget sih? Ah pasti timbangannya salah”. Selalu berpedoman kalo timbangannya salah dan BB ga nyampe segitu, jadi selalu ngrasa aman dan tentram, makan di kantin menunya racikan (kupat gorengan disiram bumbu kacang yang super wareg dan murah), opor ayam, kupat bakso, mie ayam, terus minumnya energen. Biasa aja tuh waktu makan minum, makan sampe kekenyangan juga ga kapok, yang penting happy wkwkwk
Tahun 2013, masuk kuliah, tapi jujur aja lupa BB nya berapa mungkin 55-57 kali ya, padahal kan masuk kuliah di tes tinggi badan sama beratnya haha. Tapi selama tahun 2013-2015 berat badan melambung tinggi sampai jarum timbangan berhenti diangka 62 Kg. Yap 62 kg -__- Inilah jawaban dari baju baju seragam yang ga bisa dikancing, rok rok yang ga bisa dikait, baju tidur yang karet pinggangnya pada mulur, kaos kaos yang dipake semakin mengetat, Oh My, saat itu bener bener ngrasa sesek nafas waktu pake seragam sampe sampe kancing atas yang ketutup jilbab engga dikait dan waktu itu baru nanya sama Fara (temen kos) yang pacarnya (Sugi) katanya turun BB “Sugi, dietnya gimana ra?” | “Makan kentang sama telur nis, banyak makan sayur”. Akhirnya dicoba, April 2015 makan aku ganti kentang sama banyak makan sayur tapi dijalani tanpa cari informasi yang banyak terkait kalori, cara dietnya, apa aja yang harus dilakuin, jadi sebenernya malu banget ya dulu anak kesehatan tapi gadungan, ga paham dan ga mudeng sama kalori kalorian -__- Hasilnya selama sebulan turun 2 kg, jadi BBnya 60 kg. Ngrasa seragam udah muatan lagi, bisa dikancing walau ngepres, makan kembali ke pola awal sampai Februari 2016 stabil di 59-60 kg. Cerita selengkapnya di Cerita dibalik 53 kg

This slideshow requires JavaScript.

Februari-Maret 2016 tiba-tiba kepikiran diet dengan pikiran “Semakin tua kalo semakin gendut ntar penyakitan” “Duh, belum lagi nanti waktu hamil, nambah BBnya, sekarang aja segini, besok hamil kek apa -_-“, dan akhirnya Diet, sampai hasilnya awal April 2016 stabil di 52-53 kg sampai Mei 2017. Akhir Mei 2017 puasa Ramadhan, bikin #RamadhanChallenges48kg bareng temen sekelas, namanya Lilin dan hasilnya aku cuma sampe di 51 kg aja, dan Lilin berhasil sampe 48 kg hahaha. (Lilin juga udah turun drastis nih, lebih hebat dari ey haha, kalau yang kepo, stalking ig nya aja @lilinratnawati :p)  Jadi waktu selama Ramadhan kemarin aku gak terlalu ketat, prinsipnya turun Alhamdulillah, tetep yaudah *ga niat ya*. Sahur banyak minum air putih, makan buah buahan, jarang banget makan nasi atau karbo yang lain, kalo makan nasi juga paling 3-5 sendok makan. Buka puasa menghindari es buah, kolak, dan aneka menu menu bergula dan ber-es, tapi kadang masih makan gorengan, dan olahan tepung (ya pantes aja kan #RamadhanChallenges48kg gagal wkwk). Sampai sekarang, berat badan stabil di 50-51 kg.
IMG-20170525-WA0003

Saya dan Lilin, dari 62-52 kg

Banyak temen-temen yang bilang, “Kenapa diet mulu si kan BBnya udah ideal, ntar kekurusan malah ga bagus”. Iya jadi begini gaes, Tinggi Badan saya itu 154 cm *kalo ga salah ngukur, dan bisa jadi kurang dari itu*, nah kan so pendek wkwk, jadi idealnya BB di angka 46-48 Kg. Walau sudah turun kurang lebih 12 Kg, dalam waktu akumulasi 2 tahun yang dietnya di pedot-pedot, masih target turun 2-4 kg lagi tapi pelan pelan, enggak ngoyo 😅

Aku cuma share pengalaman aja, dan dari semua yang ku alami, ku mendapatkan pesan bahwa “Anything can happen as long as we believe and nothing impossible”. Asal ada keyakinan, niat, usaha dan kemauan, segala yang kita impikan pasti bisa terwujud, pesan ini ngga hanya digunakan sebagai pedoman diet, tapi dalam segala urusan kehidupan 😇

 

DSC_2302

Graduation, August 2017

Semangat pola hidup sehat untuk generasi penerus yang berkualitas

Salam, Annisa! 😘