Rasanya menjadi Bidan Muda

2013-2017, selama jadi mahasiswa, belum lulus banyak sekali impian yang ingin dicapai setelah lulus. Saat masih jaman jadi mahasiswa, impian terbesar saya adalah sekolah lagi, lanjut S2. Kenapa? Karena pada awalnya saat saya masuk pendidikan bidan, saya memang bercita cita menjadi pengajar. Ini akibat saat SMA mau daftar guru tak mendapat ijin dari orangtua 😆. Lalu ingin lanjut S2 dimana? Saat jaman kuliah dulu, karena terpapar dunia pendidikan dan dosen dosen yang diterima S2 diluar negeri, saya ingin sekali seperti mereka. Saat itu saya ingin lanjut mengambil Master of Midwifery di Australia atau Inggris. Sampai sampai isi folder laptop, note note di dinding kamar kos bertuliskan Annisa Septy N, S.S.T., M.Mid hahaha. Namanya impian gak ada yang salah kan? Tapi saya juga membuat Plan B, Plan C, Plan D terkait kampus lain yang ingin saya incar. Karena kuliah di luar negeri juga persiapannya banyak ya bro 😆

Impian terus berdiri kokoh sampai saya diwisuda D3 tahun 2016. Saya mencari informasi terkait beasiswa dan syarat syarat yang dibutuhkan, rata rata persyaratannya untuk mengambil S2 Kebidanan dalam negeri maupun luar negeri adalah minimal pengalaman kerja di lahan atau pendidikan selama 2 tahun. Nah ini sebenarnya yang membuat saya galau saat jaman mahasiswa, pengennya lulus langsung lanjut gamau pake jeda jeda dulu (maunya ya?)

Lalu bagaimana kabar impian saya setelah lulus? Setelah saya diwisuda D4 Agustus 2017, dan menyelesaikan semua urusan akademik di Jogja, awal September saya resmi kembali ke kampung halaman (ceilah, padahal rumahku masih di kota) saya full praktek di rumah. Loh kok dirumah? Iya jadi kebetulan ibu saya bidan XD (jangan bilang, oh pantesan ga boleh jadi guru? haha) Jadi Alhamdulillah ibu saya punya BPM alias Bidan Praktik Mandiri. Dulunya ibu Bidan Desa, sambil di Puskesmas, tapi semenjak tahun 2007 (kalo ga salah) ibu mendapat SK untuk pindah di Dinas Kesehatan (apa hubungannya sama cerita aku? Ga ada, cerita aja wkwk). Naaaaah, mulai awal September 2017 aktif praktek di rumah bantuin ibu, sekalian personal branding, ngasih tau ke masyarakat sekitar kalo ini lohhhhh anaknya Bu Bidan Tri Utami sudah lulus, mau bantuin dan nemenin ibunya praktik dirumah.

Pendidikan bidan terbilang uniq. Pinter teori belum tentu pinter praktek. Pinter praktek ga pakai teori juga berbahaya. Tangan tangan bidan harus terlatih dan peka terhadap semua ketrampilan. Dan bagaimana cara mengasah tangannya? Ya jelas sering pegang pasien, sering praktek dan teori yang didapat selama kuliah di praktekkan. Singkatnya, jam terbang ditinggikan. Jaman kuliah saya agak parno sama praktek, saya dulu berfikir apa saya bisa leopold dengan benar? VT? Apa bisa saya nolong persalinan yang saya pimpin sendiri? Dan ternyata, setelah saya lulus, setelah saya ikut pelatihan, sering pegang pasien, dan terpapar terus menerus dengan skill, saya merasa ada perubahan dalam diri saya. Saya menjadi lebih percaya diri dan setiap pasien datang dengan keluhannya, spontan saya beri solusi dari apa yang ada di otak saya. Setelah pasien pulang, saya merenung, “Kok bisa ya saya edukasi tadi sampai seperti itu?” Saya mah belum apa apa, tapi dari situ saya mendapat hikmah, kalau mau pintar ya harus terus belajar dan mempraktekkan. Dan saya mendapat jawaban kenapa Magister Kebidanan atau Master of Midwifery syaratnya harus minimal pengalaman kerja 2 tahun. Yaaaaa, karena untuk menjadi Master kita harus master dulu XD master meriksa hamil, master meriksa anak, master nolong persalinan, master merawat bayi. Masa mau ngajarin tapi belum bisa yang mau diajar?

Aktifitas saya dirumah selama 6 bulan terakhir setelah lulus, pagi pagi ngurusan adek kecil yang mau sekolah, paling engga jam 8 baru selesai nyuapin, mandiin, antar sekolah. Setelah itu, double job admin olshop (bisa cek Ig kita di @yourherbalstore). Kebetulan ibu dirumah punya bisnis sampingan barang2 herbal, kosmetik dan semacamnya, jadi sekalian ngadminin orderan dan packingan. Sebelum saya dirumah, nyambi ngantor ibunda melayani orderan trus admin yang dirumah tinggal packing saja. Kebayang mumetnya ngurusin orderan orang orang nyambi ngantor? ☹ (kenapa jadi nyasar ke olshop?) Trus sambil melayani orderan via WhatsApp, dirumah duduk manis sambil nyikatin lantai (read:bersih2) 😅 jagain rumah barangkali ada pasien datang, entah yang mau KB, periksa anak, periksa hamil atau yang mau lahiran. Saya dirumah sama bidan jaga yang udah hampir berjamur karena 3 tahun lebih kerja dirumah 😂

Kalau ditanya status saya bekerja atau tidak? Ya secara status, tidak bekerja tapi saya punya banyak akifitas. Jadi kalau ada yang nanya “Kerja dimana sekarang?” “Udah daftar mana aja?” “Emang ga malu udah lulus dirumah aja?” “Emang ga ditanyain tetangga?”. Hello everyone, setiap orang memiliki hak untuk apa yang ia gunakan, untuk apa yang ia putuskan dalam hidupnya. Kita tidak berhak men-judge keputusan dan pilihan orang lain dalam segala hal, karena kita mungkin tidak tau alasannya, pengorbanannya atau demi siapa. Saya ingat betul, dulu waktu SMA, Kepala Sekolah saya pernah mengatakan “Jangan jadi mercusuar, menyinari yang jauh tapi yang di dekat kita kegelapan”. Jadi saya sekarang sedang menggunakan prinsip itu, saya ingin membantu orang tua saya terlebih dahulu, meringankan beban ibu saya dirumah, membantu ibu saya. Paling cape itu kalau apa tah? Kalau ada persalinan dan harus pemantauan, sekarang saya dan bidan jaga yang dirumah sepakat, kalau ada persalinan terutama malam malam, saya dan bidan jaga observasi (tidur ayam atau kadang tidak tidur), nanti kalau sudah pembukaan lengkap baru membangunkan ibu saya. Pernah waktu itu karena saya kasihan lihat ibu saya kelelahan, bayi sudah lahir, baru saya beri tahu. Senang rasanya tidak perlu membuat ibu terbangun terlalu lama karena esok paginya harus ngantor. Apakah ini sudah dikatakan berbakti? Saya merasa belum melakukan apa apa dan belum bisa membalas semua kebaikan orangtua saya 😢 Tapi semoga yang sedang saya jalani sekarang sedikit membantu meringankan.

Lalu pengalaman selama dirumah, bagaimana rasanya menjadi Bidan fresh graduated? Namanya perasaan, ada manis ada asam. Kalo manis semua nanti diabetes haha. Beberapa pasien sudah tau saya anaknya Bu Bidan. Tapi apakah menjadi anak Bu Bidan menjamin semua pasien mau dipegang? Ini pernyataan yang sering terlontar kepada saya “Kamu mah enak, ibumu bidan” dari teman teman seperjuangan pendidikan dulu. Yeaaa untuk membangun kepercayaan orang lain, saya juga butuh personal branding sendiri, saya tidak bisa menggunakan label nama ibu saya sebagai merk dagang saya. Kadang saya teriris kalau ada pasien yang jelas menolak disentuh oleh saya di depan ibu maupun bidan jaga “Saya gakmau disuntik mbak itu” “Saya mau disuntik ibu saja” “Ih mbaknya baru ya” dan berbagai pernyataan menolak. Tetapi tidak sedikit juga yang mau menerima dan percaya setelah mendapatkan pelayanan dari saya, “Disuntik mbanya ga krasa” “Mbanya anaknya Bu Tri ya” “Wah anaknya Bu Tri pasti udah pinter ya, belajar sama ibunya sendiri” “Mbanya udah punya anak berapa? Kok tau bgt” “Mbanya lemes ya pegang bayinya”, pernyataan seperti itu menjadi cambuk saya untuk selalu semangat membangun kepercayaan, dan berusaha berfikir positif, yang belum mau, pasti karena belum pernah dan belum biasa melihat saya. Dan saya sadar diri, saya masih bau kencur, pengalaman belum seberapa, jadi saya harus terus belajar belajar dan sabar.

Rencana kedepan? Saya ingin melanjutkan pendidikan Profesi Bidan, yang semoga tahun ini dibuka dan saya diterima. Saya ingin selalu up to date dan semakin ingin mengasah otak dan tangan saya. Saya ingin menjadi bidan yang bermanfaat bagi orang lain, gamau yang biasa biasa saja. Ingin menggencarkan kampanye ASI Eksklusif dan hamil-melahirkan nyaman minim trauma (terinspirasi dari Bu Yesie @bidankita). Btw, pertengahan Februari kemarin, saya mendaftarkan diri sebagai calon Enumerator Riskesdas 2018, program dari Balitbang Kemenkes RI. Dan Alhamdulillah sudah lolos seleksi tahap Kabupaten, tinggal menunggu panggilan seleksi tingkat Provinsi Jateng. Kalau nanti lolos, saya share pengalaman saya ya 😋

Salam,

Annisa

 

 

This slideshow requires JavaScript.